Kamis, 23 Juni 2011

Hukum Sutrah (Pembatas) dalam Shalat


Pertanyaan:
Apa hukum membuat pembatas untuk shalat. Dan apakah yang berada di shaf kedua juga harus membuat pembatas tersendiri?
Jawaban:
Pengertian sutrah menurut istilah ialah menutup aurat, yaitu antara pusar hingga lutut bagi laki-laki dan seluruh tubuh bagi wanita. Ini termasuk syarat shalat, sehingga shalat itu tidak sah bagi orang yang mampu menutup auratnya tapi ia shalat dengan telanjang atau ada auratnya yang tampak. Jika memang tidak mampu menutup aurat maka itu dibolehkan, dan boleh juga shalat sambil duduk jika yang bisa menutup auratnya menuntut demikian.
Adapun sutrah yang berarti pembatas yang ditempatkan di depan orang yang shalat, hukumnya sunat, bukan wajib, yaitu dengan cara shalat di depan pagar atau dinding atau sesuatu yang lebih tinggi daripada lantai, seperti; tempat tidur atau kursi. Jika tidak ada, bisa dengan membuat garis lengkung seperti bulan sabit, ini bagi imam atau orang yang shalat sendirian. Hal ini perlu diperhatikan ketika sedang di lapangan, seperti dalam shalat Id atau dalam perjalanan.
Adapun di masjid, pada dasarnya tidak perlu, cukup dengan dinding-dinding masjid di setiap sisinya, bahkan cukup dengan karpet/sajadah yang tampak garis-garis shafnya, atau cukup dengan ujung sajadah/karpet yang dipakai alas shalat. Tidak ada dalil yang menunjukkan wajibnya hal ini. Telah diriwayatkan dalam sebuah hadits dalam kitab Sunan,
"Jika seseorang di antara kalian shalat menghadap pembatas, hendak-lah ia mendekat."(HR. Abu Dawud, kitab ash-Shalah (695), an-Nasa'i, kitab al-Qiblah (2/62, 63), Ahmad (214)).
Dalam hadits lain disebutkan,
"Jika seseorang di antara kalian shalat menghadap sesuatu yang membatasinya dari manusia, lalu ada seseorang yang hendak lewat di mukanya, maka hendaklah ia mencegahnya. Jika orang tersebut enggan (nekat), maka perangilah, karena sesungguhnya itu adalah setan."(HR. Bukhari, kitab ash-Shalah (509), Muslim, kitab ash-Shalah (505)).
Wallahu a'lam.
Rujukan:
Al-Lu'lu' Al-Makin, Syaikh Ibnu Jibrin, hal. 90. Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar