Senin, 27 Juni 2011

Hukum Duduk Istirahat Ketika Shalat

Pertanyaan:
Apakah duduk istirahat saat hendak berdiri dari rakaat pertama ke rakaat kedua, atau dari rakaat ketiga ke rakaat keempat hukumnya wajib, atau sunnah muakkadah?
Jawaban:
Para ulama telah sepakat, bahwa duduknya orang yang shalat setelah bangkit dari sujud kedua pada rakaat pertama dan ketiga, yakni sebelum berdiri ke rakaat berikutnya, tidak termasuk kewajiban shalat, tidak pula termasuk sunnah muakkadahnya. Kemudian ada perbedaan pendapat, apakah hukumnya sunat saja atau memang tidak termasuk kewajiban shalat sama sekali, atau boleh dilakukan oleh yang membutuhkannya karena fisiknya lemah akibat lanjut usia atau karena sakit atau fisiknya yang tidak fit.

Imam asy-Syafi'i dan sejumlah ahli hadits mengatakan, bahwa hukumnya sunat, demikian juga menurut salah satu pendapat Imam Ahmad, berdasarkan hadits yang diriwayatkan al-Bukhari dan para penyusun kitab Sunan, dari Malik bin al-Huwairits, bahwa ia melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , ketika selesai rakaat ganjil dalam shalatnya, beliau tidak langsung berdiri, tapi duduk terlebih dahulu.
Tapi tidak demikian pendapat mayoritas ulama, di antaranya; Abu Hanifah, Malik dan salah satu riwayat dari Imam Ahmad. Hal ini karena hadits-hadtis lainnya tidak menyebutkan adanya duduk tersebut. Kemungkinannya, bahwa yang disebutkan dalam hadits Malik bin al-Huwairits tentang duduk tersebut adalah di akhir hayat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam , yaitu ketika fisik beliau telah lemah atau karena sebab lain.
Ada pendapat ketiga, yaitu menggabungkan antara hadits-hadits yang ada, yaitu bahwa hadits yang menyebutkan duduknya Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itu adalah saat beliau memerlukannya.
Kelompok ini mengatakan, bahwa duduk tersebut disyariatkan saat dibutuhkan saja. Tapi yang tampak, bahwa itu hanya mustahab. Tidak disebutkannya duduk tersebut dalam hadits-hadits lainnya tidak menunjukkan bahwa itu tidak mustahab, tapi menunjukkan bahwa itu tidak wajib.
Pendapat yang menyatakan bahwa hukumnya mustahab (disukai) dikuatkan dengan dua hal:
Pertama; Bahwa pada dasarnya perbuatan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam itu adalah pensyariatan untuk diikuti.
Kedua; Tentang duduk tersebut yang disebutkan dalam hadits Abu Humaid as-Saidi, yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Abu Daud dengan isnad jayyid, yang mana dalam hadits tersebut disebutkan tentang sifat shalat Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam seperti itu kepada sepuluh orang sahabat, dan mereka membenarkannya.
Rujukan:
Fatawa Islamiyyah, Al-Lajnah Ad-Daimah (1/268-269). Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar