Jumat, 01 Juli 2011

Mana yang Harus Didahulukan, Bayar Hutang atau Bagi Warisan?


Pertanyaan:
Saya mewarisi sejumlah harta dari seorang kerabat. Dalam hal ini ikut pula mewarisi seorang puterinya dan dua orang isterinya. Selang beberapa waktu, baru diketahui bahwa yang meninggal itu mempunyai banyak hutang, namun para ahli waris yang lain enggan ikut melunasi hutang-hutang tersebut, sementara saya merasa kasihan terhadap yang telah meninggal itu karena kelak akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah, maka saya memutuskan untuk berbisnis dengan harta yang ada pada saya agar bisa berkembang lalu saya bisa melunasi hutang-hutangnya, karena hutang-hutang tersebut melebihi harta yang ada pada saya. Bagaimana hukumnya?

Jawaban:
Para ahli waris tidak berhak mendapat bagian warisan kecuali setelah dilunasi hutang-hutang tersebut, karena Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menyebutkan tentang warisan,
"(Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya." (QS. An-Nisa': 11)
Karena itu, para ahli waris tidak berhak mendapat apa pun dari harta yang diwariskannya kecuali setelah dilunasi hutang-hutangnya. Jika harta warisan itu telah dibagikan karena mereka tidak tahu, lalu setelah itu mereka tahu, maka masing-masing mereka wajib mengembalikan harta yang telah diterimanya untuk melunasi hutang tersebut. Jika ada yang menolak, maka ia berdosa dan berarti ia telah berbuat aniaya terhadap si mayat dan terhadap pemilik hutang.
Jika anda telah melakukan hal tersebut, yaitu anda berbisnis dengan modal harta yang anda peroleh dari warisan tersebut untuk mengembangkannya agar bisa melunasi hutang-hutang si mayat, maka ini merupakan tindak ijtihad, dan karena ijtihad ini mudah-mudahan anda tidak berdosa. Lain dari itu hendaknya anda bisa melunasi hutang-hutang tersebut dari modal pokok yang diwariskan itu dan dari labanya. Tapi sebenarnya yang anda lakukan itu tidak boleh, karena anda tidak berhak menggunakan harta yang bukan hak anda. Tapi karena itu telah terlanjur anda lakukan dalam rangka ijtihad, mudah-mudahan anda tidak berdosa.
Rujukan:
Fatawa Islamiyah, Syaikh Ibnu Utsaimin, juz 3, hal. 49.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.
Artikel Majmu’ Fatawa

Tidak ada komentar:

Posting Komentar