Minggu, 25 September 2011

Apakah Menyentuh Kemaluan Membatalkan Wudhu?


Pertanyaan:
Apakah menyentuh zakar (kemaluan laki-laki) membatalkan wudhu? sebab, saya mendengar bahwa katanya wudhu tidak batal, apakah ini benar?
Jawaban:
Terdapat dua buah hadits berkenaan dengan menyentuh 'zakar', salah satunya menyebutkan bahwa hal itu membatalkan wudhu.
"Barangsiapa yang menyentuh zakarnya maka hendaklah dia berwudlu'." (HR.Ahmad, Jilid. VI, hal. 406; Sunan Abu Daud (181); Sunan at-Tirmidzi (82); Sunan an-Nasa'i, (444-447) dan Sunan Ibnu Majah (479). Hadits ini adalah hadits yang shahih).

Hadits kedua menyebutkan bahwa hal itu tidak membatalkan wudhu. Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Busrah binti Shafwan, beliau menyatakan hadits ini marfu' (sampai secara shahih kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam -penj.), yaitu bunyinya:
Yaitu hadits yang diriwayatkan oleh Qais bin Thalq dari ayahnya -rodliallaanhu'anhu-, dia berkata, "Kami mendatangi Nabiyullah Shallallahu 'alaihi wa sallam , lalu datanglah seorang laki-laki sepertinya dia seorang Arab Badui sembari berkata, "Wahai Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam llah, Apa pendapatmu mengenai perbuatan seorang laki-laki menyentuh zakarnya setelah dia berwudhu?". Beliau menjawab, "Ia hanyalah segumpal daging darinya." atau dalam lafazh yang lain "(Ia hanyalah) bagian darinya." (HR. Ahmad, Jilid IV, hal. 22; Sunan Abu Daud (182); Sunan at-Tirmidzi (85); Sunan Ibnu Majah (483). Imam al-Baihaqi berkata, "Untuk mentarjih (menguatkan) hadits Busrah atas hadits Thalq cukuplah (sebagai argumen-penj.) dengan mengetahui bahwa hadits Thalq tidak dikeluarkan oleh dua Syaikh (Imam al-Bukhari dan Muslim) dan kedua Syaikh ini tidak berhujjah dengan salah seorang pun dari mata rantai periwayatnya. Sedangkan terhadap hadits Busrah, keduanya telah berhujjah dengan seluruh mata rantai periwayatnya yang ada, hanya saja keduanya tidak mengeluarkan hadits tersebut (di dalam kitab shahih keduanya-penj.) akibat adanya perbedaan pendapat mengenai periwayat bernama Urwah dan Hisyam bin Urwah namun perbedaan ini tidak dapat mencegah vonis 'shahih' terhadapnya meskipun derajatnya turun sedikit dari kriteria (syarat) yang lazim dipakai oleh kedua Syaikh." [selesai ucapan al-Baihaqi]. Abu Daud berkata, "Aku berkata kepada Imam Ahmad, Hadits Busrah tidak shahih?. Beliau menjawab, "Justru ia hadits yang shahih'." (Lihat kitab at-Talkhish al-Habir, [karya Ibnu Hajar-penj.], Jilid. I, Hal. 131-134).
Pendapat yang berlaku adalah yang menyatakan bahwa hal itu membatalkan wudhu sebagai langkah hati-hati (preventif). Dalam hal ini, sebagian sahabat pun mengamalkan pendapat seperti ini. Jika seseorang tidak berwudhu lagi setelah itu karena mentakwil (tidak mengetahui mana yang lebih shahih lantas mengamalkan hadits yang kurang shahih-penj.), maka shalatnya tetap sah hukumnya namun bila dia menyentuhnya karena dorongan birahi, maka pendapat yang lebih kuat adalah batal hukumnya. Wallahu a'lam.
Rujukan:
Kitab al-Lu'lu' al-Makin Min Fatawa Ibnu Jibrin, hal. 76,77.
Disalin dari buku Fatwa-Fatwa Terkini Jilid 1, penerbit Darul Haq.
            Diedit oleh Abu Muslim bin Muhammad Al Ghawi
            Artikel Majmu’ Fatawa

1 komentar:

  1. Blog yang mabruk.
    Mampir ya di quantumfiqih.blogspot.com atau sby-corporation.blogspot.com atau brillyelrasheed.blogspot.com

    BalasHapus